Secara kebetulan, Lamongan tercatat sebagai daerah terbanyak ditemukan
benda bersejarah. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3)
Mojokerto mencatat sebanyak 42 temuan situs sejarah yang menyebar di
berbagai kecamatan di Lamongan. Situs itu berupa artefak, candi atau
bentuk bangunan lainnya. Bahkan, tiga bulan
belakangan ditemukan yoni dan batu-batu candi. Setelah dilakukan
penggalian sementara, disimpulkan bahwa galian tersebut memang berupa
candi. ”Ukurannya memang tidak besar. Hanya seluas 8 x 8 meter persegi.
Letaknya di Desa Siser, Kecamatan Laren, ” kata Sekretaris Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Lamongan, Bruno Bu’u.
Prasasti Gondang
Dalam
verifikasi sumber data yang tertulis, banyak ditemukan ketidaksinkronan
dengan kenyataan di lapangan. Beberapa data terdahulu, diantaranya data
yang dilansir oleh Bapak Atmadi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
pada tahun 1984. Semua data mengenai benda kuno terutama yang terbuat
dari batu, seperti lumpang kuno, yoni, prasasti, situs dan lainnya,
semuanya di identifikasi sebagai prasasti. Hal ini sedikit membuat
kebingungan saat data tersebut di chek ke lapangan.
Data
selanjutnya bersumber dari catatan dinas kebudayaan dan pariwisata,
data ini juga tidak diterbitkan dan hanya sekedar menjadi catatan dan
laporan internal dinas. Dalam data ini juga merujuk dari data Pak
Atmadi, sehingga juga terdapat beberapa data yang belum terverifikasi. Hasil
Laporan kegiatan registrasi dan informasi oleh suaka peninggalan
sejarah dan purbakala di Kabupaten Lamongan (SPSP – Jawa Timur) Nopember
1987 dan tahun 2002. Dan juga hasil pendataan dan penelusuran tim LSAPS yang di lakukan 1 tahun sebelumnya.
Keberadaan
prasasti sebagai sumber primer sangat berperan mengungkap segala bentuk
peristiwa dan kejadian bersejarah di wilayah Lamongan. Keberadaan
prasasti dalam hasil penelusuran Tim LSAPS dapat digambarkan sebagai
berikut;
Prasasti di Kecamatan Sambeng, diantaranya:
1. Prasasti Pamwatan
Prasasti Pamwatan dikeluarkan oleh raja Airlangga melalui Mahamantri I Hino Sri
Samarawijaya. Dikeluarkan pada tahun 964 C / 1042 M dan bahan batu
andesit. Menurut beberapa penelitian arkeologi yang pernah dilakukan
terhadap prasasti tersebut sebelum hilang, menyebutkan tentang bagian
atas prasasti yang bertuliskan kata DAHANA(PURA) dalam aksara kwadrat
Kediri. Sehingga muncul analisa yang memperkirakan jika wilayah Pamotan
dan sekitarnya adalah pusat Kota Dahanapura yang merupakan ibukota
kerajaan Airlangga di akhir masa Pemerintahannya 964 C / 1042 M .
Peninjauan
di lokasi sekitar prasasti pada area/radius sekitar 1 KM juga
menunjukkan adanya pecahan artefak-artefak kuno dan serakan batu bata
kuno berukuran besar, terutama disekitar pekuburan yang terletak 200-300
m di sebelah utara lokasi prasasti.
Ditinjau
dari letaknya, prasasti ini berada di sebelah selatan kali lamong yang
di perkirakan sebagai batas dari kerajaan panjalu dan jenggala. Prasasti
ini jika kita hubungkan dengan letak prasasti pucangan (Calcutta) yang
berada di puncak bukit pucangan akan bertemu pada posisi garis lurus,
sehingga dimungkinkan terdapat akses jalan kuno yang besar antara
pamotan dan gunung pucangan pada masa itu.
2. Prasasti Nagajatisari
Prasasti
Nagajatisari berada di Dusun Nogojatisari berbahan batu putih, tinggi
165 cm, lebar 60 cm, ketebalan 20 cm, dan menggunakan huruf Jawa Kuno.
Posisi prasasti di tengah hutan jati milik perhutani yang jauh dari
pemukiman penduduk. Disekitar prasasti ini dibangun sebuah cungkup yang
cukup megah dengan dana secara swadaya, bagian bawah prasasti sebenarnya
masih bisa terbaca, namun karena bagian dasar prasasti yang sudah
dibangun sedemikian rupa maka pembacaan/pembuatan abklats pada prasasti
sulit dilakukan. Kondisi prasasti ini relatif lebih aman dibanding
dengan prasasti lainnya di Lamongan, meski berada di tengah hutan,
keberadaan cungkup yang terbuat dari beton dan adanya juru kunci di
bangunan cungkup membuat prasasti ini sangat terawat.
Prasasti
ini ditengarai sebagai prasasti Airlangga menilik dari jenis hurufnya.
Sayang hingga sekarang belum diketahui tentang isi prasasti
Nagajatisari, dan kepada siapa prasasti ini diberikan.
3. Prasasti lawan
Prasasti
ini terletak di dusun Lawan, desa Kedungwangi Kec. Sambeng. Kondisi
prasasti sudah sama sekali tidak terlihat tulisannya meski relative
terawat dan terdapat cungkup yang melindungi sejak lama.
Letak
prasasti ini pun cukup muda untuk ditemui yaitu di sebelah kiri gapura
masuk dusun lawan dan di depan bangunan rumah jaman belanda milik mantan
kepala desa setempat. Mengingat letaknya yang strategis maka keberadaan
prasasti ini cukup aman.
Catatan
pertama mengenai prasasti ini dapat ditemui dalam data registrasi
Belanda pada tahun 1907 wilayah Residen Surabaya. Data registrasi ini
mencatat ketinggian prasasti lengkap dengan bantalan pada masana 164 cm,
tinggi tanpa padmasana 140 cm, lebar bagian atas 110 cm, lebar bawah 90
cm dan memiliki ketebalan 12,5 cm. Sementara berdasarkan hasil survey
yang dilakukan oleh tim LSAPS, diperoleh hasil yang berbeda, yakni;
tinggi 165 cm, lebar 60 cm, tinggi 20 cm, dan menggunakan huruf Jawa
Kuno.
Prasasti
Lawan ini ternyata pernah di transkrip oleh Brandes dalam OJO CXIII,
namun yang terbaca dari prasasti ini hanya pada bagian sapattha (sumpah)
bagi siapapun yang melanggar aturan dalam prasasti (detail transkrip
dalam lampiran).
Prasasti
ini dianugerahkan oleh seorang Raja yang menyebut dirinya Ҫri Paduka
Mpungku, melalui seorang Mahamantri I Hino yang tidak terbaca siapa
mahamantri yang dimaksudkan karena pada bagian nama mahamantri aksara
pada prasasti ini telah rusak. Siapa raja yang dimaksud yang bergelar
Ҫri Paduka Mpungku juga belum diketahui secara pasti. Namun sebagian
besar dari arkeolog berpendapat bahwa nama tersebut adalah sebutan untuk
Raja Airlangga. Disamping penggunaan kaligrafi aksara pada prasasti
yang juga mengindikasikan sebagai prasasti Raja Airlangga.
Isi
prasasti dimungkinkan tentang ketetapan tanah sima kepada penduduk Desa
Lawan, namun alasan penetapan sama sekali tidak diketahui.
4. Prasasti Garung
Prasasti
ini dalam keadaan hancur dan tergeletak di tepi sungai dipinggir Desa.
Batu prasasti ini sebenarnya berukuran besar (lihat foto) dengan tinggi
lebih dari 120 cm, lebar sekitar 100 cm lebih, dan berbahan batu andesit
sementara penggunaan huruf tidak diketahui. Perkiraan ini dibuat
mengingat keadaan medan yang tidak memungkinkan pengukuran dilakukan
secara akurat. Menurut penduduk sekitar sebelumnya juga
terdapat Lapak persegi lima, yang dimungkinkan sebagai lapak Prasasti
dan masih menyisakan aksara. Sayang lapak tersebut juga sekarang tidak
diketahui lagi keberadaanya.
Hampir
tidak ada catatan pendukung apapun dari prasasti ini selain dari
catatan pak Atmadi (P&K) yang menginformasikan bahwa ada sebuah
prasasti yang terletak di Desa Garung. Beberapa pencarian keberadaan
prasasti ini sebelumnya (setahun lalu) juga tidak membuahkan hasil. Baru
pada penelusuran sekarang atas informasi dari Bapak Samsuri dari Desa
Lawan maka tim dapat menemui keberadaan prasasti ini. Dan dari ciri
fisiknya maka dapat dikenali bahwa batu besar yang tergeletak ditepi
sungai ini adalah sebuah prasasti.
Bagian
yang berbentuk segitiga dapat dikenali sebagai bagian atas prasasti
meski tidak utuh, dengan perkiraan ketinggian sekitar 150 cm lebih. Dan
lebar sekitar 90 cm, sementara tebal dari pasasti sekitar 30 cm dengan
sisi yang membulat. Pemeriksaan pada bagian yang terlihat hampir mulus
tanpa bekas tulisan, sementara sisi dibaliknya tidak dapat diketahui.
5. Prasasti Patakan
Prasasti
ini sudah sejak lama berada di museum Nasional Jakarta dan hampir tidak
diketahui asal persis prasasti ini, hanya di tuliskan bahwa prasasti
ini berasal dari daerah disekitar Surabaya. Prasasti ini berbahan batu
andesit, tinggi 104 cm, lebar atas 90 cm, lebar bawah 80 cm, tebal 24
cm, dan menggunakan huruf Jawa Kuno. Dari nama prasasti “PATAKAN” yang
identik dengan nama desa Pata’an sekarang maka tim berusaha mendapatkan
informasi seputar keberadaan prasasti patakan dan hasil transkrip
prasasti tersebut yang kebetulan sudah pernah dilakukan oleh Brandes.
Pembahasan terhadap isi prasasti tersebut juga sangat marak dalam dunia
arkeologi dan sejarah.
Disebutkan
bahwa prasasti ini berisi tentang penetapan tanah sima di desa Patakan
sebagai kompensasi atas kewajiban bagi penduduk desa patakan untuk
memelihara bangunan suci yang bernama Sang Hyang Patahunan.
Dalam
OJO LIX juga tidak terdapat penjelasan sejak kapan prasasti ini
diangkut ke Jakarta. Dalam data register tahun 1907 yang dilakukan oleh
pemerintah Belanda, juga tidak terdapat laporan mengenai prasasti ini.
Sangat mungkin jika prasasti ini sudah berada di Jakarta jauh sebelum
tahun tersebut.
Keberadaan
bangunan suci yang dimaksudkan dalam prasasti tersebut menjadi rujukan
bagi tim untuk menelisik lebih jauh daerah di sekitar Desa Patakan. Dan
sebuah reruntuhan yang disebut oleh penduduk sekitar sebagai candi yang
terdapat di tengah lahan perhutani nampaknya bisa memberi jawaban
terhadap isi prasasti tersebut. Dilokasi sekitar juga banyak ditemukan
struktur batu bata kuno berukuran besar.
1. Prasasti Sumbersari I dan Prasasti Sumbersari 2
Berdasarkan
hasil pelusuran, prasasti Sumbersi I berada di Dusun Sempur, desa
Sumbersari berbahan batu putih dengan ketinggian 144 cm, lebar atas 79
cm, ketebalan 30 cm, dan titik koordinat 07 17’16,8” dan 112 13’57,7.
Sementara Prasasti Sumbersari 2 berada di Desa Sumbersari berbahan batu
putih dengan ketinggian 80 cm, lebar bawah 60 cm, dan dengan ketebalan
24 cm. Kondisi permukaan prasasti sudah aus dan hampir tidak ditemui
jejak tulisan maupun aksara dalam tubuh prasasti. Ada kemungkinan juga
bahwa batu ini baru merupakan sebuah bakalan prasasti. Prasasti ini juga pecah pada bagian tengahnya tetapi masih tersambung tepat.
Persebaran prasasti di Kecamatan Ngimbang, antara lain;
1. Prasasti Sendangrejo
Prasasti
ini terletak di hutan jati sekitar dukuh titing Desa Sendang Rejo,
Kecamatan Ngimbang, jauhnya hanya sekitar 60 meter dari jalan yang
melintas hutan jati tersebut. Bentuk prasastinya agak kaku, bagian atas
berbentuk segitiga. Bahannya dari batu putih keras dengan ketinggian 140
cm, tinggi sisi 104 cm, lebar atas 90 cm, lebar bawah 80 cm, dan
ketebalan 24 cm sementara penulisannya menggunakan aksara Jawa Kuno.
Kondisi
prasasti ini sekarang sudah hampir tak terlihat lagi jejak tulisan
dalam prasasti ini. Namun dalam berita penelitian arkeologi sebelumnya,
No.47 yang dikeluarkan oleh Puslitarkenas. Disebutkan bahwa masih
terdapat jejak tulisan tipis yang terdapat pada keempat sisi prasasti,
disisi depan ada 22 baris , sisi belakang aus sama sekali, di sisi C asa
14 baris dan disisi D juga ada 14 baris . aksara dan bahasa jawa kuno.
Tulisan yang dapat terbaca menyebutkan nama Airlangga, nama I Hino
Sanggarama-Wijaya dan memuat angka 965 saka atau 1043 M.
Menurut
pembacaan Brandes, prasasti ini diturunkan kepada penduduk Desa Patakan
karena telah berjasa kepada Raja Airlangga, namun jasa apakah yang
dimaksudkan dalam prasasti tersebut tidak diketahui.
Persebaran prasasti di kecamatan Ngimbang diantaranya;
1. Prasasti Sendang Gede Ngimbang
Prasasti
ini ada di desa ngimbang, kecamatan ngimbang: sebagian batunya
terbenam. Bagian yang tampak setinggi 102 cm, lebar 98 cm, tebal 21 cm, dan
bahan dari batu putih. Disisi depan tampak tulisan sebanyak 26 baris,
disisi belakang juga data tulisan sebnyak 26 baris sedangkan disudut C
dan D tidak tampak tulisannya. Aksaranya jawa kuno dan tentunya
bahasanya jawa kuno ( walaupun tidak terbaca). Bahan bakunya mengandung
banyak pasir.
Prasasti
ini terletak disebelah timur sendang dan menancap di tanah, bagian
bawah tidak diketahui bentuk aslinya, apakah terdapat padmasana ataukah
langsung menancap di tanah.
Terlindungi
dengan sebuah cungkup yang sederhana dengan bagian atap terbuat dari
seng. Dengan kondisi yang kurang terrawat dan rawan dari sisi keamanan.
2. Prasasti Drujugurit
Prasasti
Druju Gurit merupakan prasasti yang cukup besar dibanding prasasti
lainnya di Lamongan, bahkan bisa dikatakan paling besar untuk
prasasti-prasasti di Lamongan.
Bentuk
prasasti Druju Gurit yang terdapat di Kecamatan Ngimbang ini seperti
prasasti dari sendang Rejo tetapi lebi lebar. Ukuran tingginya 167 cm,
labar 122 cm, tebalnya 46 cm, dan bahan batu kapur putih. Kaki prasasti
dipahat dari hiasan Padma Ganda. Tulisanya sangat aus, disisi depan ada
26 baris, disisi belakang juga tampak 26 baris sedangkan di sisi C dan D
tidak tampak tulisanya.
Bahan
batunya mengandung bahan kapur dan sangat rapuh. Dibagian bawah
terdapat hiasan padmasana.Prasasti ini juga terletak di sebelah utara
sebuah sendang di dusun Gurit, berjarak sekitar 150 meter dari sekitar
sendang dusun Gurit. Disekitar lokasi prasasti juga banyak ditemukan
fragmen pecahan gerabah dan batubata kuno.
Prasasti
ini juga diperkirakan sebagai prasasti peninggalan Raja Airlangga atau
generasi penerus Airlangga, mrngingat belum ada penerjemahan terkait isi
prasasti dan kepada siapa prasasti ini diberikan. Identifikasi hanya bisa dilakukan terhadap jejak aksara pada prasasti yang sudah sangat aus dan tak dapat lagi di baca.
3. Prasasti Wotan
Prasasti
ini ada di Dusun Curing/Wotan, Desa Slahar Wotan, Kecamatan Ngimbang.
Tinggi batunya 121.5 cm, lebar 74 cm, tebal 25 cm, berbahan batu putih,
dan menggunakan aksara Jawa Kuno. Tulisan yang tampak disisi depan ada
31 baris, disisi belakang ada 30 baris, disisi C 26 baris dan di sisi D
ada 21 Baris. Tulisanya sangat aus tetapi bentuk hurufnya serupa dengan
prasasti jaman Airlangga.
Belum
ada transkrip yang ditemukan terkait prasasti ini dalam beberapa
penelitian arkeologi sebelumnya, sehingga belum diketahui isi dari
prasasti tersebut, identifikasi hanya bisa dilakukan dari sisi bentuk
dan aksara yang digunakan.
Namun
demikian indikasi kuat prasasti ini berasal dari zaman Airlangga atau
generasi penerus Airlangga, terlihat dari model aksara yang terdapat
pada prasasti ini.
4. Prasasti Purwokerto
Prasasti
Purwokerto terletak di pematang sawah di dataran yang lebih dari
perkampungan, ditemukan dalam keadaan sudah hancur berantakan. Prasasti
ini berketinggian 40 cm, lebar 20 cm, ketebalan 20 cm, dan berbahan
batu putih. Reruntuhan dari prasasti juga terdapat disekitanya. Hampir
tidak ditemukan jejak tulisan apapun pada badan prasasti karena
kondisinya yg hancur dan berlumut.
Bentuk
awal prasasti ini juga tidak diketahui, termasuk penduduk sekitar juga
sudah tidak tahu lagi bentuk semula. Sebagian dari badan prasasti masih
menancap di tanah dan tertimbun dengan rerumputan dan tanah pematang,
sebagian dari reruntuhannya terdapat di sekeliling. Paling tidak
terdapat 4 bongkahan batu pecahan prasasti ini disekitar lokasi tersebut
dan terpendam sebagian di dalam lumpur sawah.
5. Prasasti lemahbang
Prasasti
ini berdiri di sebelah barat dusun ditengah tanah yang rimbun ditumbuhi
pepohonan, terletak pada bagian tanah yg agak tinggi dibandingkan
dengan lahan sekitar dan berdekatan dengan tanah pekuburan. di
Prasasti
ini berada di Desa lemahbang, kecamatan ngimbang. Bahan batunya banyak
mengandung kapur, ukuranya tinggi 104, lebar 74, dan tebal 20 cm, di
sisi depan tampak tulisan sebanyak 23 baris, disis belakang ada 26
baris, disisi C ada 23 baris dan disisi D juga da 23 baris dengan aksara
Jawa kuno.
Jejak
aksara pada prasasti ini relative lebih jelas dibanding seluruh
prasasti yang ada di Lamongan. Meski sudah menipis hurufnya, hasil
berita laporan penelitian arkeologi No.47 menyebutkan bahwa pada salah
satu baris disisi depan terbaca kata “Imah Irah”, artinya
sama dengan lemahabang atau tanah merah. Tidak diketahui secara pasti
isi keseluruhan prasasti ini, namun banyak ahli epigrafi berpendapat
bahwa prasasti ini diperkirakan sebagai prasasti jaman Airlangga.
6. Prasasti Brumbun
Prasasti
ini tergeletak/roboh dilahan persawahan milik bapak Salam, warga dusun
brumbun Desa Lamongrejo. Bagian atas prasasti berbentuk segitiga dengan
puncak lancip. Pada permukaan prasasti terlihat halus dan tulisan pada
prasasti tak dapat dikenali lagi. Prasasti ini berketinggian 210 cm,
lebar 90 cm, ketebalan 22 cm, dan berbahan andesit
Dilihat dari struktur pada foto diatas, maka terlihat sebuah tonjolan yang berfungsi sebagai akar ketika
prasasti ditancapkan, agar tidak terus tertekan kedalam tanah terdapat
juga penahan yg lebih tebal dari badan prasasti, seperti sabuk .
Tonjolan ini berukuran sekitar 66 cm yang mestinya tertancap kedalam
tanah. Kondisi prasasti ini sangat memprihatinkan dan perlu mendapatkan
perhatian yang serius karena sangat rawan terhadap pencurian.
7. Prasasti Mendogo
Prasasti ini tertancap di sebuah akar pohon, dengan kondisi pohon
menjepit badan prasasti, hanya bagian tas ujung prasasti yang terlihat
dengan posisi miring. Sehingga sulit diketahui ukuran pasti badan
prasasti, baik lebar, maupun tingginya. Hanya ketebalan saja yg dapat
diukur, yaitu sekitar 20 cm.
Jejak
tulisan pada prasasti ini juga sangat sulit dikenali mengingat
kondisinya berlumut dan sangat aus, ditambah medan yang sangat sulit.
Hampir tidak ada keterangan apapun mengenai prasasti ini, data yang ada hanya sekedar catatan dari dinas setempat. Juga tidak ditemui data pada registrasi maupun penelitian sebelumnya.
Persebarab prasasti di Kecamatan Modo, diantaranya;
1. Prasasti Sedah
Terletak di Dusun Sedah, Desa Pule Kec.
Modo. Kondisi prasasti ini sudah sangat aus, sehingga tidak dikenali
lagi jejak aksaranya, atau bisa jadi baru sekedar bakalan prasasti.
Prasasti ini berketinggian 153 cm, lebar 95 cm, ketebalan 29 cm, dan
berbahan batu putih.
Prasasti
ini berada disekitar persil perhutani dan berdekatan dengan jalan
menuju kec. Modo. Disekitar prasasti berjarak sekitar 200 m, juga
terdapat sebuah Punden yang dinamakan Punden Sentono.
Namun
demikian tidak diketahui pasti apakah antara batu prasasti dan punden
ini apakah saling berhubungan. Tidak ada juga catatan mengenai prasasti
ini dari penelitian ataupun register yang pernah dilakukan sebelumnya.
Keadaan
prasasti sekarang cukup terlindungi dengan keberadaan sebuah cungkup
yang dibuat secara permanen dan berpagar besi disekitar lokasi prasasti.
2. Prasasti sambangan 1
Prasasti
yang dikenal dengan prasasti sambangan I ini terletak ditengah-tengah
areal persawahan milik Bpk. Parlan, disebelah barat sendang desa, yang
terlihat hanya sebagian badan prasasti. Bentuk bagian atas prasasti
kurawal (akolade) dengan permukaan yang kasar dan berlubang-lubang.
Keadaan tidak terawat, prasasti yang tulisanya tidak terlihat lagi ini berada pada posisi 07° 14’ 42,5” LS dan 112° 07’ 56,5” BT, berketinggian 65 cm, lebar 72 cm, ketebalan 14 cm, dan berbahan bahan putih.
3. Prasasti sambangan 2
Prasasti
yang dikenal dengan prasasti sambangan II ini terletak pada pematang
sawah milik Bpk. Parlan, ± 50 m arah barat dari prasasti sambangan I,
sebagian besar prasasti tertanam di dalam tanah hanya terlihat sebagian,
permukaan kasar dan berlubang-lubang sehingga tulisanya sulit dikenali,
keadaan tidak terawat. Prasasti ini berada di Dusun Sambangan, Desa
Sambangrejo, Kecamatan Modo berketinggian 47 cm, lebar 73 cm,
berketebalan 29 cm, berbahan batu putih, dan berada pada titik koordinat
07⁰ 14’ 42,5” LS dan 112⁰ 07’ 56,5” BT.
Persebaran prasasti di kecamatan Mantup, diantaranya:
1. Prasasti Tugu
Prasasti
ini terletak di Desa Tugu Kecamatan Mantup, dengan kondisi sekitar
tanpa ada pelindung atau cungkup. Menurut penduduk setempat, prasasti
ini terletak disebuah tanah punden, ditandai dengan sebuah kuburan
disamping prasasti tersebut. Keadaan prasasti sudah sangat aus dan tidak
ditemukan jejak tulisan sama sekali, sangat mungkin ini adalah sebuah
bakalan prasasti.
Berita
register yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1907 juga
menyebutkan hal yang sama, bahwa prasasti ini sejak terdata tidak
diketahui jejak tulisan pada badan prasasti. Prasasti ini berketinggian
147 cm, lebar 92 cm, berketebalan 22 cm, dan berbahan andesit.
Persebaran prasasti di Kecamatan Brondong, diantaranya:
1. Prasasti Sendangharjo
Prasasti ini terletak di tengah-tengah sebuah pasar Desa, tepatnya di Dusun Wide, Desa Sendangharjo Kec. Brondong.
Dalam
beberapa catatan Pemerintah Daerah Lamongan, Prasasti ini sebenarnya
dinyatakan telah hilang. Namun sebuah dokumen foto yang sempat diberikan
oleh Pak Suyari (Kabid Kebudayaan 2009). Menjadi bekal penelusuran tim
LSAPS, dan mendapati prasasti ini bersama seorang warga (P. Turkan).
Prasasti
ini sudah sangat aus dan bahkan sangat halus sehingga tidak diketahui
lagi jejak tulisannya, kondisinya juga patah terbagi dua. Masing-masing
bagian tertancap ditanah dan disemen dengan kuat bersama lantai pasar. Terbuat dari batuan Lokal yang berwarna kuning dan sangat keras.
Posisi
prasasti betketebalan 18 cm, Lebar prasasti 110 cm, dengan tinggi
masing-masing bagian 45 cm dan 65 cm sementara bahan dari batu kuning.
Tidak diketahui literatur terhadap prasasti ini, sehingga tidak dapat
diketahui dari peninggalan kerajaan apa dan raja siapa, serta isi
prasasti seharusnya.
Persebaran prasasti di Kecamatan Turi, diantaranya:
1. Prasasti Keben.
Prasasti
ini terletak di Desa Keben kec. Turi Lamongan, berada disebelah selatan
sebuah lapangan bola ditimur Desa. Prasasti ini pernah tercatat dalam
register belanda tahun 1907. Dari data register dapat diketahui jika
prasasti ini berhuruf jawa kuno, dengan ukuran tinggi 132 cm, lebar 105
cm, dan ketebalan 10 cm.
Mengingat
lokasi prasasti ini sekarang berada disebuah genangan air, hingga
sekarang belum dapat dilakukan pemotretan, pengukuran dan pemantauan
ulang sehingga bentuk fisik prasasti belum dapat ditampilkan. Dalam
beberapa data sebelumnya prasasti ini sudah dinyatakan hilang.
Data
persebaran lebih lanjut mengenai seluruh prasasti di Lamongan akan di
uraikan dalam laporan yang sedang kami susun bersama tim telusur.
Catatan Penutup
Sekitar
pantura jawa (Paciran dan Brondong), Bengawan Solo, dan Kali Lamong
adalah lahan penelitian arkeologis yang belum banyak di ungkap oleh para
arkeolog dan sejarawan. Jika dilihat dari jejak arkeologis yang ada,
yakni banyaknya prasasti yang tersebar maka Lamongan berpotensi untuk
menjadi rujukan utama dalam penggalian sejarah Kerajaan Airlangga.
Kemungkinan besar Lamongan mampu membuktikan sebagai salah satu ibu
kota Kerajaan Airlangga (Kahuripan) masa itu, berdasarkan dari fakta
arkeologis yang ada (Prasasti Pamwatan 1042M dan Prasasti Terep 1032M).
Berbagai bukti arkeologi yang telah ditemukan berperan mengungkap sejarah panjang Kabupaten
Lamongan. Terkait upaya menguak sejarah di Kabupaten Lamongan khususnya
masa Raja Airlangga, masih mengalami banyak persoalan yang cukup rumit,
karena ketersediaan data yang terbatas maka harus disikapi dengan
hati-hati dan cermat dalam memberikan penafsiran maupun interpretasi.
Kendati banyak bukti yang ditemukan tetap saja tidak bisa berbuat banyak
mengingat tidak semua penemuan bisa diidentifikasi, yang muncul
kemudian penggalan-penggalan peristiwa sehingga peristiwa
sejarah tidak terbaca secara utuh. Kondisi seperti ini tidak menutup
kemungkinan perlu diadakanya penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan hasil penelusuran dilapangan yang telah dilakukan LSAPS ada
sekitar 30 prasasti batu, yang tersebar di hampir semua wilayah
kecamatan di Kabupaten Lamongan. Sekitar 8-10 diantaranya sekarang
hilang (dicuri/tenggelam). diantaranya, prasasti Pamwatan. Prasasti Garung, Prasasti candisari dll. Ditambah lagi dengan kondisi
sebagian besar prasasti batu yang memprihatinkan dan sangat butuh
perhatian dari berbagai pihak, kecuali prasasti Nogojatisari yang dijaga
penuh dan di cungkup-i dengan bangunan permanen. Maka
pemerintah daerah diharapkan pro aktif dalam melakukan perlindungan
benda cagar budaya sebelum sejarah besar Lamongan lenyap tinggal cerita.
sumber : Priyo Utomo
+ komentar + 8 komentar
yang ada di desa slumpang itu peninggalan kerajaan apa ya?
Great Article it its really informative and innovative keep us posted with new updates.
แทงหวยชุดลาว
That’s nice !Thanks for sharing your good work.
ดูบอลสด
ผลบอลเมื่อคืน
ผลบอลสด
perde modelleri
Sms onay
mobil ödeme bozdurma
nft nasıl alınır
Ankara Evden Eve Nakliyat
TRAFİK SİGORTASİ
dedektör
Website Kurma
aşk kitapları
Smm panel
smm panel
İS İLANLARİ BLOG
instagram takipçi satın al
hirdavatciburada.com
beyazesyateknikservisi.com.tr
servis
tiktok jeton hilesi
Success Write content success. Thanks.
kıbrıs bahis siteleri
canlı slot siteleri
canlı poker siteleri
kralbet
deneme bonusu
betmatik
betpark
Good content. You write beautiful things.
hacklink
sportsbet
vbet
taksi
mrbahis
sportsbet
hacklink
korsan taksi
vbet
شركة كشف تسربات المياه بالاحساء lSNiKJe0YC
Posting Komentar
Silahkan bertanya Artikel kepada Kami.. Kami Coba untuk membantu..